Alur
Biasanya
dipakai di didalam penuturan ninik mamak dan cerdik pandai pada upacara adat di
Minangkabau. Isinya banyak mengandung kiasan, pepatah-petitih sesuai dengan
bunyi pepatah Minangkabau :
Tembak
dibari ba alamat, kato dibari bakiasan
Kilek
baliuang alah ka kaki, kilek camin alah kamuko
Kilek
kasai masuak ayie, kilek kato masuak hati
Bagarih
samo taraso, bagumik samo katuju
Pasambahan,
Biasanya
dipakai oleh orang muda pada upacara adat. Isinya mengandung ibarat anak mudo,
seperti pantun yang menjadi permainan anak muda dalam nagari, dan merupakan
bunga adat bagi ninik mamak.
Pidato, juga
biasa dipakai oleh para pemuda pada upacara adat yang sifatnya lebih besar,
seperti pada acara pengankatan penghulu, atau Alek Badatuak. Isinya banyak
mengandung Tambo adat lama pusaka usang Alam Minangkabau.
Adat
mengatur interaksi dan hubungan antar sesama anggota masyarakat Minangkabau,
baik dalam hubungan yang formal maupun yang tidak formal, sesuai dengan
pepatah, bahwa sejak semula ada tiga adat nan tajoli:
Partamo
sambah manyambah,
kaduo
siriah jo pinang,
katigo
baso jo basi.
Banamo
adat sopan santun.
Rangkaian
kata-kata pusako ini menyatakan bahwa adat Minangkabau itu kalau dirangkum
sebenarnaya dapat disingkat menjadi tiga hal:
1).
Pasambahan.
Adat
Minang sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian rupa
sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum disampaikan dengan
bahasa formal yang disebut pasambahan. Acara-acara adat, mulai dari yang simple
seperti mamanggia, yaitu menyampaikan undangan untuk menghadiri suatu acara,
hingga yang berat seperti pengangkatan seseorang menjadi Pangulu, selalu
dilaksanakan dengan sambah-manyambah.
Sambah-manyambah
di sini tidak ada hubungannya dengan menyembah Tuhan, dan orang Minang tidak
menyembah penghulu atau orang-orang terhormat dalam kaumnya. Melainkan yang
dimaksud adalah pasambahan kato. Artinya pihak-pihak yang berbicara atau
berdialog mempersembakan kata-katanya dengan penuh hormat, dan dijawab dengan
cara yang penuh hormat pula. Untuk itu digunakan suatu varian Bahasa Minang
tertentu, yang mempunyai format baku.
Format
bahasa pasambahan ini penuh dengan kata-kata klasik, pepatah-petitih dan dapat
pula dihiasi pula dengan pantun-pantun. Bahasa pasambahan ini dapat berbeda
dalam variasi dan penggunaan kata-katanya. Namun secara umum dapat dikatakan
ada suatu format yang standar bagi seluruh Minangkabau.
Terkait
dengan pasambahan, adat Minang menuntut bahwa dalam setiap pembicaraan,
pihak-pihak yang berbicara ditentukan kedudukannya secara formal, misalanya
sebagai tuan rumah, sebagai tamu, sebagai pemohon, atau sebagai yang menerima
permohonan.
2).
Sirih dan pinang
Sirih
dan pinang adalah lambang fromalitas dalam interaski masyarakat Minangkabau.
Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan kelengkepannya
seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya ditaruh diatas
carano yang diedarkan kepada hadirin. Siriah dan pinang dalam situasi tertentu
diganti dengan menawarkan rokok.
Makna
sirih adalah secara simbolik, sebagai pemberian kecil antara pihak-pihak yang
akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian dapat juga berupa barang
berharga, meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap lebih utama daripada
nilai intrinsiknya. Dalam pepatah adat disebutkan, siriah nan diateh, ameh nan
dibawah. Dengan sirih suatu acara sudah menjadi acara adat meskipun tidak atau
belum disertai dengan pasambahan kato.
Sirih
dan pinang juga mempunyai makna pemberitahuan, adat yang lahiriah, baik
pemberitahuan yang ditujukan pada orang tertentu atau pada khalayak ramai.
Karena itu, helat perkawinan termasuk dalam bab ini.
3).
Baso-basi
Satu
lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya adalah
baso-basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga baso-basi
mengharuskan setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus selalu
menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-menerus.
Seseorang orang Minang tidak boleh menyendiri.
Baso-basi
diimplementasikan dengan cara yang baku. Walaupun tidak dapat dikatakan formal,
baso-basi berfungsi menjaga forms, yaitu hubungan yang selain harmonis juga
formal antara setiap anggota masyarakat nagari, dan menjamin bahwa setiap orang
diterima dalam masyarakat itu, dan akan memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat
sesuai dengan adat yang berlaku di nagari itu.
0 comments:
Post a Comment